Sabtu, 30 April 2011

PERUNDINGAN ATAU NEGOSIASI

PERUNDINGAN ATAU NEGOSIASI
1.      Pengertian
Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang definisi NEGOSIASI yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Kreitner dan Kinicki (2001,p.466) mendefinisikan negosiasi sebagai “Give-and-take process between conflicting interdependent parties”, sedangkan definisi negosiasi menurut Cohen H (1980,p.15) adalah “negotiation is a field of knowledge and endeavor that focus on gaining the favor of people from whom we want things”.
Dapat dibedakan dua tipe negosiasi, yaitu : distributive negotiation dan integrative negotiation (Kreitner & Kinicki, 2001 : p.466). Distributive negotiation biasanya menyangkut kepentingan yang sama dari pihak yang bernegosiasi, di mana keuntungan satu pihak adalah kerugian pihak lain. Dasar negosiasi adalah Win-lose thinking: “ what is good for the other side must be bad for us”.
Integrative atau value–added negotiation lebih mengarah kepada progressive win-win stragegy. Dalam tipe negosiasi ini team-team negosiasi yang terlatih baik dapat mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Keberhasilan integrative negotiation sangat tergantung kepada  kualitas dari informasi yang dipertukarkan. Kebohongan, menyembunyikan data-data kunci dan taktik-taktik negosiasi yang tidak etis dapat merongrong kepercayaan dan niat baik yang sangat penting dalam win-win negotiation, yang dapat berakibat gagalnya penyelesaian masalah melalui negosiasi.
Sedangkan negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu:
1.    Senantiasa melibatkan orang – baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok
2.    Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi
3.    Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu –baik berupa tawar menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter)
4.    Hampir selalu berbentuk tatap-muka –yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah
5.    Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi
6.    Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.
2.    Strategi Tawar Menawar
Perundingan atau negosiasi mewarnai interaksi hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi. Perundingan sebagai proses dimana dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai tukar barang dan jasa tersebut.
Ada dua istilah mendasar disini yaitu perundingan dan tawar menawar. Sedangkan dalam tawar menawar dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu tawar menawar distributif dan tawar menawar integratif.Ciri tawar menawar distributif antara lain; berjalan dalam kondisi menang-kalah. Jadi hakikatnya adalah perundingan mengenai siapa mendapat seberapa besar bagian dari barang yang tetap. Tawar menawar distributif dan tawar menawar integratif dapat digambarkan sebagai berikut:

Ciri tawar-menawar
Tawar-menawar distributif
Tawar-menawar integratif
Sumberdaya yang tersedia

Jumlah sumber daya tetap dan harus dibagi
Jumlah sumberdaya bervariasi dan harus dibagi
Motivasi Primer
Saya menang, anda kalah
Saya menang, anda menang
Kepentingan Primer
Saling menentang

Mengerucut dan sama sebangun antara satu orang dengan lainnya
Fokus Hubungan

Jangka pendek

Jangka panjang
Sumber: RJ Lewicki dan JA Litterer, Negosiasi, (Homewood, Illionis: Irwin, 1985)

        Pemecahan masalah dalam tawar menawar integratif berjalan dengan asumsi bahwa terdapat satu   atau lebih penyelesaian yang akan menciptakan solusi menang-menang. Oleh sebab itu, dari segi intra-organisasi, tawar menawar integratif lebih disukai daripada tawar menawar distributif. Tawar menawar integratif mengikat para perunding dengan perasaan mendapat kemenangan.
Negosiasi dengan Hati
Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah seringkali banyak di antara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan, maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif. Negosiasi sebenarnya melibatkan tiga hal pokok yang disebut sebagai Negotiation Triangle, yaitu terdiri dari HEART (yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi), HEAD (yaitu metoda atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan negosiasi), HANDS (yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan jam terbang kita menuju keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi).
Jadi sebenarnya tidaklah cukup melakukan negosiasi hanya berdasarkan hal-hal formal, kebijakan dan prosedur, atau teknik-teknik dalam negosiasi. Justru kita perlu menggunakan ketiga komponen tersebut yaitu: karakter, metoda dan perilaku. Dalam banyak hal, negosiasi justru tidak terselesaikan di meja perundingan atau meja rapat formal, tetapi justru dalam suasana yang lebih informal dan relaks, di mana kedua pihak berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada dasarnya selain hal-hal formal yang ada dalam proses negosiasi, setiap manusia memiliki keinginan, hasrat, perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi dasar bagi setiap langkah pengambilan keputusan yang dilakukannya.
3.    Proses perundingan
    Persiapan dan perencanaan
a.      Definisi aturan dasar
b.      Penjelasan dan pembenaran
c.      Tawar – menawar dan pemecahan masalah
d.      Penutupan dan pelaksanaan
        Setelah menyelesaikan perencanaan dan menyusun suatu strategi, bersiaplah menetapkan aturan-aturan dasar dan prosedur dengan pihak lain mengenai perundingan itu sendiri. Pada tahap ini pihak-pihak dalam perundingan akan mempertukarkan usulan atau tuntutan awal. Bila pendirian awal telah dipertukarkan, kemudian menerangkan, menegaskan, memperjelas, memperkuat dan membenarkan permintaan. Ini merupakan kesempatan saling mendidik dan memberi informasi mengenai persoalan, penting dan tidaknya persoalan dan bagaimana cara mengatasinya.
        Hakikatnya adalah proses aktual memberi-dan-menerima sebagai upaya memperbincangkan persetujuan (kompromi). Langkah terakhir adalah memformalkan persetujuan dengan berjabat tangan.
4.    Isu – isu dalam Perundingan
Dalam perundingan ada empat persoalan kontemporer, yaitu:
a.      Peran ciri kepribadian dalam perundingan
b.      Perbedaan jenis kelamin dalam perundingan
c.      Perbedaan budaya dalam perundingan
d.      Perundingan pihak ketiga, terdapat empat peran mendasar pihak ketiga, yaitu:
1)  Mediator adalah pihak ketiga netral yang memfasilitasi penyelesaian perundingan dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyarankan alternatif, dan semacamnya. Efektifitas keseluruhan dari perundingan yang menggunakan mediator cukup mengesankan. Situasi merupakan kunci apakah mediasi akan berhasil atau buntu. Mediasi berjalan dengan baik pada tingkat konflik yang sedang. Akhirnya persepsi terhadap mediator haruslah netral dan tidak memaksa/memihak.
2)  Arbitrator adalah pihak ketiga yang mempunyai wewenang memaksakan kesepakatan. Arbitrasi dapat bersifat sukarela atau wajib. Arbitrasi selalu menghasilkan penyelesaian.

3)  Perujuk merupakan pihak ketiga terpercaya yang berperan sebagai penghubung komunikasi informal antara perunding dengan lawannya. Perujukan digunakan secara luas dalam sengketa internasional.
4)  Konsultan adalah pihak ketiga yang terampil dan tidak berat sebelah yang berupaya memudahkan pemecahan masalah melalui komunikasi dan analisis, yang dibantu dengan pengetahuannya mengenai manajemen konflik. Ia lebih kepada perbaikan hubungan antara pihak berkonflik sehingga dapat mencapai penyelesaian sendiri. Ia mengarahkan belajar memahami dan bekerjasama, serta membina persepsi dan sikap yang baru dan positif antar pihak berkonflik.
Manajemen Konflik dan Negosiasi ; Suatu Pendekatan Kontingensi
Tiga catatan penting dalam menangani konflik organisasi :
       Pertama         :  berbagai jenis konflik tidak mungkin dihindarkan karena dipicu oleh berbagai variasi penyebab.
       Kedua :  terlalu sedikit konflik pertanda besarnya kondisi kontra - produktif dalam organisasi.
       Ketiga :  tidak ada satu jalan terbaik untuk mengatasi konflik Dengan dasar itu para ahli penanganan konflik merekomendasikan pendekatan kontingensi (contingency approach) untuk memanaj konflik. Penyebab konflik dan konflik yang terjadi harus dimonitor. Kalau muncul pertanda terlalu sedikit konflik karena apatisme atau kurangnya kreativitas, maka functional conflict perlu distimulir melalui “Programmed Conflict”, baik menggunakan devil’s advocacy ataupun dialectic method. Kalau konflik menjurus menjadi dysfunctional, cara penanganan konflik yang tepat perlu dilakukan; para manajer dapat dilatih melalui pengalaman dan role-playing penanganan konflik. Intervensi pihak ketiga dibutuhkan apabila pihak-pihak yang berselisih tidak mau atau tidak mampu mengatasi konflik. Integrative atau value-added negotiation paling tepat untuk mengatasi konflik antar group atau antar organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar